Dewan Pers menyosialisasikan memorandum of understanding (MoU)
dengan Polri mengenai pedoman pemberitaan media siber dan MoU Dewan pers dengan
Komisi Informasi di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis.
Dalam sosialisasi yang diikuti 50-an peserta dari kalangan PWI,
AJI, kepolisian, TNI, kejaksaan, Humas Provinsi Sultra, dan Kota Kendari itu,
Dewan Pers menghadirkan tiga pembicara, Wina Armada Sukardi (Ketua Komisi Hukum
dan Perundang-undangan Dewan Pers), Ridlo Eisy (Ketua Komisi Penentuan,
pendataan dan ratifikasi Dewan Pers), dan Kombes Pol. John Hendri (Bagian Hukum
Mabes Polri).
Pada kesempatan tersebut Wina Armada mengatakan bahwa nota
kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri sangat perlu untuk melindungi para
jurnalis dari tindakan kriminalisasi pekerja pers oleh aparat.
"Nota kesepahaman ini menguntungkan kedua pihak karena
selain melindungi pekerja pers, juga dapat mewujudkan kemerdekaan pers yang
menjadi harapan masyarakat Indonesia," katanya.
Menurut Wina, melindungi kekebasan pers di Indonesia merupakan
bagian dari penegakan supremasi hukum.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban setiap aparat penegak hukum
untuk mewujudkan terwujudnya kebebasan pers.
"Kalau ada delik aduan yang melibatkan wartawan, seyogianya
dikomunikasikan dengan Dewan Pers sebelum akhirnya yang bersangkutan diproses
hukum. Sebab boleh jadi, delik aduan tersebut bukan merupakan tindak pidana
sehingga bisa diselesaikan oleh Dewan Pers," katanya.
Kalau pun harus melalui proses hukum jelas Wina, seyogianya
aparat berpedoman pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam
menanganinya.
Sementara itu, John Hendri mengatakan, dengan nota kesepahaman itu,
seyogianya ditindaklanjuti di tingkat daerah sehingga penerapanannya merata
dari atas hingga ke level bawah.
"Seyogianya nota kesepahaman ini ditindaklanjuti dengan
pihak polda sehingga para wartawan di daerah bisa terlindungi dalam menjalankan
tugas profesionalnya," katanya.
Pembicara lain, Ridlo Eisy mengingatkan para pengelola siber
media agar berhati-hati dalam menyajikan informasi.
"Semua informasi yang disajikan dalam siber media harus
berimbang. Jika tidak, pengelola harus mencantumkan keterangan bahwa berita
dimaksud belum dikonfirmasi kebenarannya," katanya.
Jika semua pengelola siber media tunduk pada aturan dan kode
etik jurnalistik, menurut dia, tidak akan masalah yang akan menimpa para
pengelola siber media.
Namun, jika
memberitakan informasi yang bisa merugikan pihak lain atau berita bohong, dia
mengingatkan ancaman pidana enam tahun penjara akan menanti. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar